PERTEMUAN KE-1
7 September 2012
A. Ta’aruf
ﺑِﺴ۫ﻢِ ﷲِ اﻟﺮََّ ﺣْﻤٰﻦِ اﻟﺮَّ ﺣِﻴْﻢ
ﻳﺎ ﻳﻬﺎاﻟﻨﺎس اﻧﺎﺧﻟﻘﻨﻜﻢﻣﻦذﻛﺮﻮاﻧﺜﻰﻮﺟﻌﻠﻨﻜﻢﺳﻌﻮﺑﺎﻮﻗﺒﺎﺑﻞﻟﺘﻌﺎرﻓﻮاۗ
اﻛرﻣﻜﻢﻋﻨﺪﷲاﺗﻘﻜﻢۗانﷲﻋﻠﯿﻢﺧﺒﯿﺮ﴿۱۳﴾ ان
Artinya: “Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.”
B. Kontrak
Belajar
1.
Presensi atau kehadiran 4.
UTS
2.
Tugas Terstruktur 5. UAS
3.
Tugas Makalah 6.
Rangkuman Materi
PERTEMUAN KE-2
14 September 2012
A.
AL-QUR’AN
1.
Pengertian Al-Qur’an
Menurut sebagian besar ulama,
kata Al-Qur’an berdasarkan segi bahasa merupakan bentuk mashdar dari kata
qara’a yang berarti bacaan. Adapun definisi Al-Qur’an secara terminologi,
menurut sebagian besar ulama Ushul Fiqih adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa arab yang dinukilkan kepada generasi
sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam
mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Dari definisi di atas, para
ulama ushul fiqih menyimpulkan beberapa ciri khas Al-Qur’an, antara lain
sebagai berikut: Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada
Muhammad SAW. Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab Quraisy. Al-Qur’an itu
dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir. Membaca setiap
kata dalam Al-Qur’an itu mendapatkan pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal
dari hapalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
B.
USHUL FIQH
1.
pengertian Ushul Fiqh
Ushul fiqih berasal dari dua
kata yaitu kata ushul bentuk jamak dari ashal dan kata fiqih yang masing-masing
memiliki pengertian yang luas. Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi
sesuatu, baik yang bersifat materi atau bukan”. Adapun menurut istilah Ashl
mempunyai beberapa arti yaitu: Dalil, yakni landasan hukum. Qa’idah,
yakni dasar. Rajih, yakni yang terkuat. Mustashhab, yakni memberlakukan hukum
yang sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Far’u,
yakni cabang.
Adapun fiqih secara etimologi
berarti pemahaman yang mendalam dan
membutuhkan pengerahan potensi akal. Fiqih secara terminologi yaitu ilmu
tentang hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diperoleh melalui
dalil-dalilnya yang terperinci.
C.
METODE IJTIHAD
1.
Ijtihad,
yaitu Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari
dalil terperinci dalam syari’at.
2.
Al-Mashlahah
Al-Mursalah, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi
juga tidak ada pembatalnya. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan, yakni
memelihara dari kemadaratan dan menjaga kemanfaatannya.
3. ‘Urf, yaitu suatu keadaan,
ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi
tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. ‘Urf terdiri dari dua
macam, yaitu ‘urf sahih dan ‘urf fasid. ‘urf sahih adalah sesuatu yang telah
saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak
menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib. Adapun ‘urf fasid
yaitu sesuatu yang telah dikenal manusia, tetapi bertentangan dengan syara’
atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.
PERTEMUAN KE-3
21 September 2012
Kewajiban
kita terhadap mayit ada 4 yaitu;
1.
Memandikan
2.
Mengkafani
3.
Mensholati
4.
Mengkuburkan
Kewajiban keluarga yang ditinggal mati (ahli waris)
1.
Menyelesaikan
masalah hutang
2.
Harta
warisan
3.
Wasiat
A.
OBJEK KAJIAN USHUL FIQH
Melanjutkan kembali pembahasan
tentang ushul fiqih, kali ini kita akan membahas tentang Objek Kajian Ushul
Fiqih. Secara garis besarnya adalah;
§ Sumber hukum dengan seluk beluknya.
§ Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari
sumbernya.
§ Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua
permasalahannya.
Sementara itu,
Muhammad Al-Juhaili merinci objek kajian
ushul fiqih sebagai berikut:
§ Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati seperti Al-Qur’an
dan sunnah, maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan maslahah
mursalah.
§ Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat
orang melakukan ijtihad.
§ Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara
zahir, ayat dengan ayat atau sunah dengan sunah dll. Baik dengan jalan
pengompromian (Al-jam’u’ wa At-taufiq), menguatkan salah satu (tarjih),
pengguguran salah satu atau kedua dalil yang bertentangan (nasakh).
§ Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan
macam-macamnya baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan, atau keringanan.
§ Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam menginstinbath
hukum dan cara menggunakannya.
PERTEMUAN KE_4
28 September 2012
A.
SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH
Dalam masa Rasulullah SAW, ushul
fiqih belum diperlukan karena Rasulullah SAW dan para sahabat ketika itu dapat
memahami secara langsung hukum-hukum yang ditetapkan oleh Al-Qur’an. Sesudah
Islam meluas dan bangsa arab telah banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain,
maka dibuatlah peraturan bahasa arab. Disamping itu banyak peristiwa-peristiwa
baru yang timbul dalam segala lapangan kehidupan. Keadaan ini menyebabkan para
ulama dan pendukung syari’at islam berusaha untuk mencari dan menentukan hukum
bagi peristiwa-peristiwa tersebut. Perbedaan
cara dan metode dalam menetapkan hukum tersebut akhirnya menimbulkan
aliran-aliran tertentu yang dikenal dengan aliran Ahl Al-Hadis dan aliran Ahl
Ar-Ra’y. keseluruhan peraturan ini berupa kaidah-kaidah yang harus dipegangi
oleh para mujtahid dalam mengistinbatkan hukum. Kaidah-kaidah itulah yang
kemudian disebut dengan istilah “Ushul al-Fiqih” dan merupakan ilmu yang
berdiri sendiri pada abad ke-2 Hijriyah. Karena perkembangan wilayah islam yang
semakin meluas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan
yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama islam sangat
membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan
dalam menggali dan menetapkan hukum. Secara garis besarnya, ushul fiqih dibagi
dalam tiga tahapan yaitu:
1.
Tahap
Awal (abad 3 H)
Pada abad 3 H di bawah
pemerintahan Abassiyah, wilayah islam semakin meluas kebagian timur. Kitab yang
pertama tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih adalah
Ar-Risalah dan tersusun pula sejumlah kitab ushul fiqih lainnya yaitu Isa Ibnu
Iban (w.221 H / 835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas dll. Namun perlu diketahui
pada umumnya kitab ushul fiqih yang ada pada abab ini tidak mencerminkan
pemikiran-pemikiran ushul fiqih yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali
kitab Ar-Risalah itu sendiri.
2.
Tahap
Perkembangan (abad 4 H)
Pada abad ini merupakan
permulaan kelemahan Dinasti Abassiyah dalam bidang politik. Ada beberapa hal
yang menjadi ciri khas pada abad ini yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqih
yang membahas ushul fiqih secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang
terjadi pada masa-masa sebelumnya.
3.
Tahap
Penyempurnaan (5-6 H)
Dalam sejarah perkembangan ilmu
ushul fiqih pada abad ke-5 H dan 6 H, merupakan periode penulisan ushul fiqih
terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam
pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.
PERTEMUAN KE-5
5 Oktober 2012
Dalam surat Al-Imran ayat 90,
Artinya: “sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah
kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah
orang-orang sesat”. (QS. Al-Imran : 90)
Makna yang terkandung dalam ayat
tersebut adalah kita harus bersungguh-sungguh dalam bertaubat, dengan harapan
kita menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, bukan sebaliknya. Jika
setelah bertaubat semakin buruk maka orang tersebut termasuk sesat.
A.
MAZHAB SAHABI
1.
Pengertian Mazhab Sahabi
Mahzab sahabi berarti pendapat
para sahabat Rasulullah SAW. yang dimaksud pendapat sahabat adalah pendapat
para sahabat tentang suatu kasus yang dikutip para ulama, baik berupa fatwa
maupun ketetapan hukum, sedangkan ayat dan hadis tidak menjelaskan hukum
terhadap kasus yang dihadapi sahabat tersebut. Bentuk
dari mazhab sahabi menurut Imam Abu Zahrah Muhamad adalah;
1. Apa yang disampaikan oleh
sahabat itu adalah berita yang didengarnya daripada Nabi Muhammad SAW, tetapi
tidak menyatakan bahwa berita itu sebagai hadis daripada Rasulullah SAW.
2. Sesuatu yang disampaikan
itu adalah pemahaman sahabat terhadap ayat Al-Qur’an serta kemampuannya dalam
bahasa dan penggunaan dalil dan Sesuatu yang disampaikan oleh sahabat itu telah
disepakati melalui ijmak.
2. Kehujjahan Mazhab Sahabi
Ada dua kelompok yang berselisih
yaitu yang menerima dan yang menolak hujjahnya mazhab sahabi. Yang menerima
hujjahnya mazhab sahabi tercantum dalam surat Al-Imran 3:110 yang berbunyi
كُنتُمۡ خَيۡرَ
أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ
ٱلۡمُنڪَر
اَصْحَابِي
كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ
Artinya: “kamu (wahai umat Muhammad) adalah
sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh
berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala perkara yang
salah (buruk dan keji)”. (QS. Al-Imran, 3:110)
Sedangkan
yang menolak ada dalam firman Allah SWT yang berbunyi
فَٱعۡتَبِرُواْ
يَـٰٓأُوْلِى ٱلۡأَبۡصَـٰرِ (٢
Artinya: “Maka insyaflah
dan ambilah pelajaran (dari peristiwa itu) wahai orang-orang yang berakal
fikiran serta celik mata hatinya”. (QS. Al-Hasyr, 59:2)
Ayat
ini menerangkan bahwa Allah SWT menyuruh orang yang mempunyai pemikiran untuk
melakukan ijtihad karena ijtihad menafikkan taklid.
PERTEMUAN KE-6
10 Oktober 2012
A. IJTIHAD
1. Pengertian Ijtihad
Ijtihad
diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-masyaqat (kesulitan dan
kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dengan kata lain,
ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih islam)
untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’
(agama).
Yang
menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui pernyataan
yang jelas maupun berdasarkan isyarat, salah satunya Firman Allah SWT, artinya:
“sesungguhnya kami turunkan kitab kepadanya secara hak, agar dapat
menghukumi di antara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu.” (QS.
An-Nisa:105)
Adapun
keterangan dari sunah, yang membolehkan berijtihad salah satunya hadis yang
diriwayatkan oleh umar, yaitu “jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan
benar, maka ia mendapat dua, dan bila salah maka ia mendapat satu pahala.”
Dr.
Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian, yaitu: Ijtihad Al-Batani,
untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash. Ijtihad Al-Qiyasi, ijtihad
terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan
menggunakan metode qiyas. Ijtihad al-istishlah, ijtihad terhadap
permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan
menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.
3. Syarat
Ijtihad
Menguasai dan
mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut
syara’ maupun syari’ah. Mengetahui dan menguasai hadis-hadis tentang hukum,
baik menurut bahasa maupun syari’at. Mengetahui nasakh dan mansukh dari
Al-Qur’an dan As-Sunah, Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui
ijma’ Ulama. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta
meng-istinbatnya. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari
ijtihad. Mengetahui tujuan syari’at secara umum.
4. Objek
Ijtihad
Menurut
Al-Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil
yang qathi. Dari pendapatnya itu, ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan
objek ijtihad yaitu,
1)
Syari’at yang tidak boleh dijadikan ijtihad,
yaitu hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok islam, yang
berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi’.
2)
Syari’at yang bisa dijadikan lapangan ijtihad,
yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, baik maksudnya,
petunjuknnya ataupun eksistensinya, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya
dan ijma’ para ulama.
Hukum melakukan Ijtihad terbagi
menjadi empat bagian yaitu: Fardu ’ain, Sunah, Fardhu kifayah dan Haram,
tergantung permasalahan yang dihadapinya
PERTEMUAN
KE-7
17
Oktober 2012
A. THAHARAH
1. Pengertian
Thaharah
Menurut bahasa thaharah artinya bersuci. Sedangkan menurut syara,
thaharah adalah bersih dari najis dan hadas.
ان الله يحب التوابين
ويحب المتطهرين . (البقرة )
Artinya
: “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan Ia mencintai
orang-orang yang suci (bersih, baik dari kotoran jasmani ataupun kotoran
rohani).” ( QS Al-Baqarah:222)
2.
Macam-Macam Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu,
1)
Air
yang suci dan menyucikan (Air Mutlaq), yaitu
air yang jatuh dari langit yang belum berubah keadaannya, seperti air hujan,
air laut, air sumur, dan air yang keluar dari mata air,
2)
Air
Suci tetapi Tidak Menyucikan,
yaitu air yang berubah salah satu sifatnya sebab bercampur dengan suatu benda
yang suci, seperti air kopi, teh dll.
3)
Air
yang Bernajis, yaitu air
yang sudah berubah salah satu sifatnya. Air kurang dari dua qullah tidak boleh
dipakai lagi, hukumnya sama dengan najis,
4)
Air
yang makruh dipakai, yaitu air yang terjemur pada matahari dalam
bejana emas atau perak, air ini makruh dipakai untuk badan, tidak untuk
pakaian, terkecuali air yang terjemur di tanah seperti air sawah, air kolam,
dll.
4. Macam-Macam Najis
a.
Najis
mughallazah (tebal), yaitu
anjing. Cara mencucinya dengan dibasuh tujuh kali, satu kali daripadanya
hendaklah dicampur dengan tanah.
b.
Najis
mukhaffafah (enteng),
seperti kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain ASI. Cara
mencucinya dengan memercikkan air diatas benda itu meskipun tidak mengalir.
Adapun kencing anak perempuan, dibasuh dengan air yang mengalir di atas benda
tersebut.
c.
Najis
mutawasithah (pertengahan),
terbagi menjadi dua bagian yaitu najis hukmiyah, yakin adanya tetapi
tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama
kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air di atas benda tersebut. Dan najis ‘ainiyah, yang
masih ada zat, bau, rasa dan warnanya, sifat ini dimaafkan. Cara mencucinya
dengan menghilangkan zat, bau, rasa dan warnanya.
Selain itu ada beberapa benda
yang termasuk najis yaitu: Bangkai, arak, darah, anjing, babi, nanah, bagian tubuh binatang yang diambil dari tubuhnya selagi masi
hidup, dan setiap benda cair yang keluar dari dua pintu kecuali air mani.
5. Istinja
Apabila keluar kotoran dari
salah satu dua pintu, wajib istinja dengan air atau dengan tiga buah batu, yang
lebih baik mula-mula dengan batu kemudian dengan air.
Sabda
Rasulullah saw:
اذااستجمر احدكم فليستجمر وترا . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“ Apabila seseorang dari kamu beristinja dengan batu, hendaklah ganjil.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Syarat istinja dengan batu dan
yang sejenisnya hendaklah sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak
mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering dan
mengenai tempat lain, maka tidak sah istinja dengan batu, tetapi wajib istinja
dengan air.
6.
Mandi Wajib
Maksud mandi di sini ialah
mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat. Sebab-sebab mandi ada enam, yaitu
bersetubuh, mati terkecuali mati syahid, nifas, keluar mani, haidh, dan
melahirkan
PERTEMUAN KE-8
31 Oktober 2012
Firman Allah SWT, artinya : “maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha barsama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan padamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala
keduanya telah berserah diri dan ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan kami panggillah dia, “Hai
Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya
demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang
baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. (yaitu), ”kesejahteraan dilimpahkan atas Aibrahim”. Demikianlah kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba kami
yang beriman.” (QS. As-Saffat: 102-111)
ayat
diatas menerangkan tentang membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu
benar dari Allah SWT dan wajib melaksanakannya. Selain itu, sesudah nyata
kesabaran dan ketaatan nabi Ibrahim A.S, maka Allah SWT melarang menyembelih
nabi Ismail A.S. Untuk meneruskan berkurban, Allah SWT menggantinya dengan
seekor kambing. Dari peristiwa inilah disyari’atkannnya kurban yang dilakukan
pada Hari Raya Haji.
Nabi yang mendapat julukan Ulul Azmi yaitu,
Ibrahim A.S, Muhammad SAW, Isa A.S, Musa A.S, dan Nuh A.S.
A. WUDHU
1. Pengertian Wudhu
Menurut bahasa, wudhu’ adalah keindahan dan
kebersihan. Menurut Istilah, wudhu’ adalah peribadatan kepada Allah
dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan di empat anggota badan yaitu,
wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki dengan cara yang tertentu untuk
menghilangkan hadats kecil. Rasulullah SAW
bersabda,
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى
يَتَوَضَّاءَ. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Allah tidak menerima
shalat seseorang diantara kamu jika ia berhadats sehingga ia berwudhu”.
2.
Syarat-Syarat Wudhu
Islam, Mumayiz, Tidak berhadas
besar, Tidak ada yang menghalangi sampainya air kekulit.
3. Fardhu (Rukun) Wudhu:
Membasuh muka,
Membasuh kedua tangan sampai kedua siku, Mengusap seluruh kepala, Membasuh
kedua kaki sampai kedua mata kaki, Tertib.
5. Yang Membatalkan Wudhu
Keluar sesuatu dari dua lubang seperti kencing, buang air besar,
dan kentut. Keluarnya air mani, wadi, dan madzi. Tidur lelap. Hilangnya
akal karena mabuk, pingsan dan gila.
B. TAYAMUM
1. Pengertian Tayamum
Tayammum
secara bahasa berarti maksud. Tayammum secara istilah adalah sebuah peribadatan
kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan debu atau permukaan bumi yang bersih.
وَجُعِلَتْ
تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاء. (رواه مسلم)
Artinya : “Dijadikan
bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam) permukaan bumi
sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk bersuci (tayammum) jika kami tidak
menjumpai air”. (HR. Muslim)
2. Syarat Tayamum
Jika tidak mendapatkan air, padahal sudah mencarinya (optimal)
mencarinya. Dilarang menggunakan air karena sakit dan bila dipaksakan akan
bertambah parah. Sudah masuk waktu shalat. Dengan tanah suci dan berdebu.
3. Rukun Tayamum
Niat, Mengusap
muka dengan debu tanah, Mengusap
kedua tangan sampai dengan siku-siku, tertib.
4. Sunah Tayamum
Membaca
basmallah. Meniup debu yang ada pada kedua telapak tangan agar menipis. Berdo’a
setelah tayamum, seperti do’a sesudah wudhu.
5. Yang Membatalkan Tayammum
Segala yang
membatalkan wudhu. Telah ditemukan air. Telah adanya kemampuan menggunakan air,
C. SHALAT
1. Pengertian Shalat
Shalat menurut
Bahasa berarti Do'a, sedangkan menurut istilah Shalat merupakan
ibadah kepada Allah, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan
syara.
Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar
biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi’raj,
Firman Allah SWT, artinya: “Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S AL-Baqarah: 110)
2. Syarat Shalat
Beragama islam.
Baligh dan berakal. Suci seluruh anggota badan, Pakaian dan tempat dari hadas
dan najis. Menutup aurat. Masuk waktu shalat. Menghadap kiblat. Mengetahui mana
yang rukun dan mana yang sunah.
3. Sunah dalam Melaksanakan Shalat
a.
Sunah Ab’adh,
yaitu Membaca tasyahud awal. Membaca shalawat pada tasyahud awal, Membaca
shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tsyahud akhir. Membaca qunut pada shalat
shubuh, dan shalat witir dalam pertengahan bulan ramadhan, hingga akhir bulan
ramadhan.
b.
Sunah Hai’at,
yaitu Mengangkat kedua belah tangan ketika takbiratul ikhram, ketika akan
rukuk, dan ketika berdiri dari rukuk. Meletakkan telapak tangan yang kanan di
atas pergelangan yang kiri ketika bersedekap. Membaca doa iftitah sehabis
takbiratul ikhram. Membaca ta’awwudz ketika hendak membaca Al-Fatihah.
4. Rukun Shalat
Niat, Berdiri
tegak bagi yang mampu ketika shalat fardhu, Takbiratul ikhram, Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at, Ruku dengan
tu’maninah, I’tidal
dengan tu’maninah, Sujud
dua kali dengan tu’maninah, Duduk antara
dua sujud dengan tu’maninah, Duduk tasyahud akhir dengan tu’maninah, Membaca tasyahud akhir, Membaca shalawat Nabi pada tasyahud akhir, Membaca salam yang pertama,
Tertib.
5. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Berhadas. Tertawa terbahak-bahak. Terbuka auratnya. Menambah
rukuk. Makan dan minum meskipun sedikit. Murtad dan Membelakangi
kitab.
6. Sholat Wajib
a.
Shubuh
b. Dzuhur c. ‘Ashar d.
Magrib e. Isya
7. Shalat Sunah
Rawatib, Dhuha,
Witir, Tarawih, Hajat, Tahajud, Tahiyatul masjid, dan Istikharah
8. Hikmah Shalat
Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa, Benteng Kemaksiatan, Mendidik
Perbuatan Baik Dan Jujurdan Shalat juga akan membangun etos kerja.
PERTEMUAN KE-9
7 November 2012
Artinya: “dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadika tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling
baik.” (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia
itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3)
A. Ujian
Tengan Semester
PERTEMUAN KE-10
14 November 2012
A.
HAJI
1.
Pengertian Haji
Secara bahasa
haji berarti menyegaja, dari segi syar’a haji berarti menghadap Allah untuk mengerjakan
seluruh rukun dan persyaratan haji yang telah ditentukan oleh syari’at islam. Allah SWT berfirman, artinya: Allah berfirman: “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji,
niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap
unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh”. (Q.S
Al-Hajj : 27)
2. Syarat Wajib Haji
a. Islam, b.berakal, c. Baligh, d.
Merdeka e. Mampu
3.
Rukun Haji
a. Ihram c. Wukuf
b. Tawaf d. Sa’i
4. Tata-tata Cara Pelaksanaan
Haji
a. Ihram dari Miqat, h. Tawaf Ifadhah
b. Mabit (bermalam) di mina. i. Melempar tiga Jumrah
c. Wukuf di Arafah, j. Nafar awal dan nafar tsani’
d. Mabit (bermalam) di Muzdalifah k. Thawaf wada’,
e. Melontar jumrah aqabah,
f. Tahallul awal,
g. Hadyu (kurban),
5. Larangan Di Waktu
Melaksanakan Haji
Memakai pakaian yang dijahit dan memakai tutup kepala bagi laki-laki, bagi perempuan menutup muka dan kedua telapak tangan pada saat ihram. Memakai
parfum. Mencukur rambut. Memotong kuku. Menikah dan menikahkan. Bersetubuh. Berburu. Menebang pohon.
6. Macam-Macam Haji
a.
Haji Ifrad, yaitu mengerjakan haji terpisah dengan umrah dalam bulan
haji yang sama. Pertama mengerjakan haji dilanjutkan dengan umrah.
b.
Haji Tamattu', yaitu umrah dikerjakan lebih dulu baru kemudian melakukan haji dalam bulan haji yang sama.
c.
Haji Qiran, yaitu
mengerjakan haji dan umrah secara bersamaan.
B. UMRAH
1. Pengertian Umrah
Umrah
artinya berkunjung atau berziarah dengan cara tertentu. Dapat dikerjakan dalam
waktu haji maupun di luar musim haji dan umrah dapat dilakukan setiap saat, kecuali
di hari raya qurban yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari tasyrik
tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah yang hukumnya makruh tahrim (mendekati haram).
2. Rukun Umrah
c. Ihram c. Sa’i e.
Tertib
d. Tawaf d. Tahallul(bercukur)
3. Syarat Umrah
Islam, Sehat jasmani dan untuk
wanita harus ada mahramnya, Berakal, Baligh. .
4. Syarat wajib Umrah
Ihram dari tempat yang telah
ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak ditentukan karena
ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun. Menjauhkan diri dari
segala yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan umrah.
5. Tata Cara Umrah
Ihram, sebelum
memulai ihram disunnahkan mandi dan membersihkan badannya. Bagi laki-laki
disunnahkan memakai wewangian, namun bagi wanita tidak diperbolehkan
memakainya. Lalu berniat di dalam hati untuk melaksanakan ibadah umrah. Thawaf,
selama thawaf bagi laki-laki diharuskan menyarungkan kain ihram di atas pundak
kiri, dan dibawah ketiak kanan. Sa'i, berjalan ke bukit Shafa dan Marwah.
Tahallul, mencukur rambut baik mencukur pendek atau gundul
PERTEMUAN KE-11
21 November 2012
A. ZAKAT
1.
Pengertian Zakat
Zakat adalah pembersihan harta
yang didasarkan pada keimanan kepada Allah, bahwa dalam setiap harta yang
diperoleh terdapat hak fakir miskin dan orang yang meminta-minta. Harta yang
telah mencapai nishab wajib dizakati. Allah SWT berfirman, artinya: “ambilah
zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa
bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103)
2.
Macam-Macam Zakat
a.
Zakat
Fitrah
zakat fitrah adalah zakat yang
berupa makanan pokok yang wajib ditunaikan setiap setahun sekali. Besar zakat
fitrah adalah 2,5 kg untuk setiap jiwa, baik laki-laki atau perempuan, tua
maupun muda.
b.
Zakat
Mal
Zakat mal adalah kadar harta
tertentu yang dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu. Allah SWT berfirman, Artinya: “sesungguhnya
orang-orang beriman mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan
zakat mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 277)
3.
Harta yang Wajib Dizakati
a.
Zakat
Emas dan Perak d. Zakat Tanaman Dan
Buah-Buahan
b.
Zakat
Perdagangan e. Zakat Harta
Karun
c.
Zakat
Peternakan f. Barang Tambang
4.
Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat
a. Fakir, c. Amil, e.
Ibnu Sabil, g. Sabilillah,
b. Miskin, d. Mu’alaf, f.
Gharim, h. Ibnu Sabil.
B.
PUASA
1.
Pengertian Puasa
Puasa adalah arti dari kata
“shiyam” (bahasa Arab) yang menurut bahasa Indonesia menahan diri. Menurut
syara’, puasa ialah menahan diri dari makan minum, jimak (hubungan intim suami
istri) yang dituntut oleh syara’, dimulai terbit fajar sampai terbenam matahari,
dengan niat mengharap pahala dari Allah.
Allah SWT berfirman dalam surat
Al-Baqarah ayat 183-185 sebagai berikut: Artinya: “wahai orang-orang yang
beriman! Diwajibkan kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang
siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa) maka
(wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari
yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar
fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasamu
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang benar dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara kamu ada dibulan
itu maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak
berpuasa) maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu
bersyukur. “ (Q.S. al-Baqarah:183-185)
2.
Rukun dan Syarat Puasa
a.
Menahan
diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, dimulai dari terbit
fajar sampai terbenamnya matahari,
b.
Niat
3.
Orang yang Diperbolehkan Berbuka Puasa
a.
Orang
yang sedang hamil, d. Orang-orang yang
bepergian jauh,
b.
Orang
yang sudah sangat tua, e. Para buruh
kasar,
c.
Orang-orang
yang sakit,
4.
Yang Membatalkan Puasa
a.
Makan
dan Minum sengaja d. Keluar darah
b.
Muntah
dengan sengaja e. Keluar mani dengan sengaja
c.
Melakukan
hubungan suami istri f. Gila
PERTEMUAN
KE-12
28 November 2012
1. Pengertian Muamalah
Secara bahasa adalah masdar yang
berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal. Fiqh muamalah memiliki dua macam pengertian yaitu fiqh muamalah
dalam arti luas dan fiqh muamalah dalam arti sempit.
Fiqh
muamalah dalam arti sempit yaitu: "muamalah adalah aturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat
keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik" (Idris Ahmad) atau
" Muamalah adalah tukar-menukar barang atu sesuatu yang bermanfaat dengan
cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie,
Fiqih Muamalah). Ruang lingkup yang dibahas dalam fiqh muamalah ini meliputi
dua hal;
1. Muamalah
adabiyah, yaitu ditinjau dari subjeknya atau pelakunya.
Biasanya yang dibahas mengenai harta dan ijab qobul (Akad), hak dan pembagiannya.
2. Muamalah madiyah,
yaitu ditinjau dari segi objeknya Meliputi:
a. Kerjasama f. pemindahan utang
b. gadai g. upah
c. jaminan dan tanggungan h. gugatan
d. utang piutang i.
sayembara
e. Sewa menyewa j.
pinjam meminjam