Senin, 24 Desember 2012

RANGKUMANN USHUL FIQH


PERTEMUAN KE-1
7 September 2012

A. Ta’aruf
ﺑِﺴ۫ﻢِ ﷲِ اﻟﺮََّ ﺣْﻤٰﻦِ اﻟﺮَّ ﺣِﻴْﻢ
ﻳﺎ ﻳﻬﺎاﻟﻨﺎس اﻧﺎﺧﻟﻘﻨﻜﻢﻣﻦذﻛﺮﻮاﻧﺜﻰﻮﺟﻌﻠﻨﻜﻢﺳﻌﻮﺑﺎﻮﻗﺒﺎﺑﻞﻟﺘﻌﺎرﻓﻮاۗ
اﻛرﻣﻜﻢﻋﻨﺪﷲاﺗﻘﻜﻢۗانﷲﻋﻠﯿﻢﺧﺒﯿﺮ﴿۱۳﴾ ان
Artinya:    Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengenal.


B. Kontrak Belajar
1. Presensi atau kehadiran                      4. UTS
2. Tugas Terstruktur                                 5. UAS
3. Tugas Makalah                                    6. Rangkuman Materi




PERTEMUAN KE-2
14 September 2012
A. AL-QUR’AN
1. Pengertian Al-Qur’an
                Menurut sebagian besar ulama, kata Al-Qur’an berdasarkan segi bahasa merupakan bentuk mashdar dari kata qara’a yang berarti bacaan. Adapun definisi Al-Qur’an secara terminologi, menurut sebagian besar ulama Ushul Fiqih adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
                Dari definisi di atas, para ulama ushul fiqih menyimpulkan beberapa ciri khas Al-Qur’an, antara lain sebagai berikut: Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab Quraisy. Al-Qur’an itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir. Membaca setiap kata dalam Al-Qur’an itu mendapatkan pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hapalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
B. USHUL FIQH
1. pengertian Ushul Fiqh
                Ushul fiqih berasal dari dua kata yaitu kata ushul bentuk jamak dari ashal dan kata fiqih yang masing-masing memiliki pengertian yang luas. Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi atau bukan”. Adapun menurut istilah Ashl mempunyai beberapa arti yaitu: Dalil, yakni landasan hukum. Qa’idah, yakni dasar. Rajih, yakni yang terkuat.  Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Far’u, yakni cabang.
                Adapun fiqih secara etimologi berarti pemahaman  yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Fiqih secara terminologi yaitu ilmu tentang hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci.
C. METODE IJTIHAD
1.     Ijtihad, yaitu Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at.
2.     Al-Mashlahah Al-Mursalah, yaitu suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan, yakni memelihara dari kemadaratan dan menjaga kemanfaatannya.
3.      ‘Urf, yaitu suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. ‘Urf terdiri dari dua macam, yaitu ‘urf sahih dan ‘urf fasid. ‘urf sahih adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib. Adapun ‘urf fasid yaitu sesuatu yang telah dikenal manusia, tetapi bertentangan dengan syara’ atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.  




PERTEMUAN KE-3
21 September 2012

Kewajiban kita terhadap mayit ada 4 yaitu;
1.     Memandikan
2.     Mengkafani
3.     Mensholati
4.     Mengkuburkan
Kewajiban keluarga yang ditinggal mati (ahli waris)
1.     Menyelesaikan masalah hutang
2.     Harta warisan
3.     Wasiat

A. OBJEK KAJIAN USHUL FIQH
                Melanjutkan kembali pembahasan tentang ushul fiqih, kali ini kita akan membahas tentang Objek Kajian Ushul Fiqih. Secara garis besarnya adalah;
§  Sumber hukum dengan seluk beluknya.
§  Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
§  Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahannya.
                Sementara itu, Muhammad Al-Juhaili merinci objek kajian
ushul fiqih sebagai berikut:
§  Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati seperti Al-Qur’an dan sunnah, maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan maslahah mursalah.
§  Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat orang melakukan ijtihad.
§  Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara zahir, ayat dengan ayat atau sunah dengan sunah dll. Baik dengan jalan pengompromian (Al-jam’u’ wa At-taufiq), menguatkan salah satu (tarjih), pengguguran salah satu atau kedua dalil yang bertentangan (nasakh).
§  Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan, atau keringanan.
§  Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam menginstinbath hukum dan cara menggunakannya.




PERTEMUAN KE_4
28 September 2012

A. SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH
                Dalam masa Rasulullah SAW, ushul fiqih belum diperlukan karena Rasulullah SAW dan para sahabat ketika itu dapat memahami secara langsung hukum-hukum yang ditetapkan oleh Al-Qur’an. Sesudah Islam meluas dan bangsa arab telah banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain, maka dibuatlah peraturan bahasa arab. Disamping itu banyak peristiwa-peristiwa baru yang timbul dalam segala lapangan kehidupan. Keadaan ini menyebabkan para ulama dan pendukung syari’at islam berusaha untuk mencari dan menentukan hukum bagi peristiwa-peristiwa tersebut. Perbedaan cara dan metode dalam menetapkan hukum tersebut akhirnya menimbulkan aliran-aliran tertentu yang dikenal dengan aliran Ahl Al-Hadis dan aliran Ahl Ar-Ra’y. keseluruhan peraturan ini berupa kaidah-kaidah yang harus dipegangi oleh para mujtahid dalam mengistinbatkan hukum. Kaidah-kaidah itulah yang kemudian disebut dengan istilah “Ushul al-Fiqih” dan merupakan ilmu yang berdiri sendiri pada abad ke-2 Hijriyah. Karena perkembangan wilayah islam yang semakin meluas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulama islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum. Secara garis besarnya, ushul fiqih dibagi dalam tiga tahapan yaitu:
1.     Tahap Awal (abad 3 H)
                Pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah, wilayah islam semakin meluas kebagian timur. Kitab yang pertama tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih adalah Ar-Risalah dan tersusun pula sejumlah kitab ushul fiqih lainnya yaitu Isa Ibnu Iban (w.221 H / 835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas dll. Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul fiqih yang ada pada abab ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqih yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri.
2.     Tahap Perkembangan (abad 4 H)
                Pada abad ini merupakan permulaan kelemahan Dinasti Abassiyah dalam bidang politik. Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas pada abad ini yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqih yang membahas ushul fiqih secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.
3.     Tahap Penyempurnaan (5-6 H)
                Dalam sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih pada abad ke-5 H dan 6 H, merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.






PERTEMUAN KE-5
5 Oktober 2012

                Dalam surat Al-Imran ayat 90, Artinya: “sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang sesat”. (QS. Al-Imran : 90)
                Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah kita harus bersungguh-sungguh dalam bertaubat, dengan harapan kita menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, bukan sebaliknya. Jika setelah bertaubat semakin buruk maka orang tersebut termasuk sesat.
A. MAZHAB SAHABI
1. Pengertian Mazhab Sahabi
                Mahzab sahabi berarti pendapat para sahabat Rasulullah SAW. yang dimaksud pendapat sahabat adalah pendapat para sahabat tentang suatu kasus yang dikutip para ulama, baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum, sedangkan ayat dan hadis tidak menjelaskan hukum terhadap kasus yang dihadapi sahabat tersebut.   Bentuk dari mazhab sahabi menurut Imam Abu Zahrah Muhamad adalah;
1.   Apa yang disampaikan oleh sahabat itu adalah berita yang didengarnya daripada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak menyatakan bahwa berita itu sebagai hadis daripada Rasulullah SAW.
2.   Sesuatu yang disampaikan itu adalah pemahaman sahabat terhadap ayat Al-Qur’an serta kemampuannya dalam bahasa dan penggunaan dalil dan Sesuatu yang disampaikan oleh sahabat itu telah disepakati melalui ijmak.
2. Kehujjahan Mazhab Sahabi
                Ada dua kelompok yang berselisih yaitu yang menerima dan yang menolak hujjahnya mazhab sahabi. Yang menerima hujjahnya mazhab sahabi tercantum dalam surat Al-Imran 3:110 yang berbunyi
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَر
اَصْحَابِي كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ  
Artinya: “kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji)”. (QS. Al-Imran, 3:110)
                Sedangkan yang menolak ada dalam firman Allah SWT yang berbunyi
فَٱعۡتَبِرُواْ يَـٰٓأُوْلِى ٱلۡأَبۡصَـٰرِ (٢
Artinya: “Maka insyaflah dan ambilah pelajaran (dari peristiwa itu) wahai orang-orang yang berakal fikiran serta celik mata hatinya”. (QS. Al-Hasyr, 59:2)
                Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT menyuruh orang yang mempunyai pemikiran untuk melakukan ijtihad karena ijtihad menafikkan taklid.



PERTEMUAN KE-6
10 Oktober 2012
A. IJTIHAD
1. Pengertian Ijtihad
                Ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama).
                Yang menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, salah satunya Firman Allah SWT, artinya: “sesungguhnya kami turunkan kitab kepadanya secara hak, agar dapat menghukumi di antara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu.” (QS. An-Nisa:105)
                Adapun keterangan dari sunah, yang membolehkan berijtihad salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh umar, yaitu “jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka ia mendapat dua, dan bila salah maka ia mendapat satu pahala.”
                Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian, yaitu: Ijtihad Al-Batani, untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash. Ijtihad Al-Qiyasi, ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan menggunakan metode qiyas. Ijtihad al-istishlah, ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.
3. Syarat Ijtihad
                Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut syara’ maupun syari’ah. Mengetahui dan menguasai hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syari’at. Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan As-Sunah, Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ Ulama. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-istinbatnya. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad. Mengetahui tujuan syari’at secara umum.
4. Objek Ijtihad
                Menurut Al-Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qathi. Dari pendapatnya itu, ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad yaitu,
1)    Syari’at yang tidak boleh dijadikan ijtihad, yaitu hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi’.
2)    Syari’at yang bisa dijadikan lapangan ijtihad, yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, baik maksudnya, petunjuknnya ataupun eksistensinya, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama.
                Hukum melakukan Ijtihad terbagi menjadi empat bagian yaitu: Fardu ’ain, Sunah, Fardhu kifayah dan Haram, tergantung permasalahan yang dihadapinya



PERTEMUAN KE-7
17 Oktober 2012
A. THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
                Menurut bahasa thaharah artinya bersuci. Sedangkan menurut syara, thaharah adalah bersih dari najis dan hadas.
 ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين . (البقرة )
Artinya : “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan Ia mencintai orang-orang yang suci (bersih, baik dari kotoran jasmani ataupun kotoran rohani).” ( QS Al-Baqarah:222)
2. Macam-Macam Air
                Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu,
1)    Air yang suci dan menyucikan (Air Mutlaq), yaitu air yang jatuh dari langit yang belum berubah keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, dan air yang keluar dari mata air,
2)    Air Suci tetapi Tidak Menyucikan, yaitu air yang berubah salah satu sifatnya sebab bercampur dengan suatu benda yang suci, seperti air kopi, teh dll.
3)    Air yang Bernajis, yaitu air yang sudah berubah salah satu sifatnya. Air kurang dari dua qullah tidak boleh dipakai lagi, hukumnya sama dengan najis,
4)    Air yang makruh dipakai, yaitu air yang terjemur pada matahari dalam bejana emas atau perak, air ini makruh dipakai untuk badan, tidak untuk pakaian, terkecuali air yang terjemur di tanah seperti air sawah, air kolam, dll.
4. Macam-Macam Najis  
a.     Najis mughallazah (tebal), yaitu anjing. Cara mencucinya dengan dibasuh tujuh kali, satu kali daripadanya hendaklah dicampur dengan tanah.
b.     Najis mukhaffafah (enteng), seperti kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain ASI. Cara mencucinya dengan memercikkan air diatas benda itu meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan, dibasuh dengan air yang mengalir di atas benda tersebut.
c.     Najis mutawasithah (pertengahan), terbagi menjadi dua bagian yaitu najis hukmiyah, yakin adanya tetapi tidak nyata zat, bau, rasa dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda tersebut. Dan najis ‘ainiyah, yang masih ada zat, bau, rasa dan warnanya, sifat ini dimaafkan. Cara mencucinya dengan menghilangkan zat, bau, rasa dan warnanya.

                Selain itu ada beberapa benda yang termasuk najis yaitu: Bangkai, arak, darah, anjing, babi, nanah, bagian tubuh binatang yang diambil dari tubuhnya selagi masi hidup, dan setiap benda cair yang keluar dari dua pintu kecuali air mani.
5. Istinja
                Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu, wajib istinja dengan air atau dengan tiga buah batu, yang lebih baik mula-mula dengan batu kemudian dengan air.
Sabda Rasulullah saw:
اذااستجمر احدكم فليستجمر وترا . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “ Apabila seseorang dari kamu beristinja dengan batu, hendaklah ganjil.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
                Syarat istinja dengan batu dan yang sejenisnya hendaklah sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering dan mengenai tempat lain, maka tidak sah istinja dengan batu, tetapi wajib istinja dengan air.
6. Mandi Wajib
                Maksud mandi di sini ialah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat. Sebab-sebab mandi ada enam, yaitu bersetubuh, mati terkecuali mati syahid, nifas, keluar mani, haidh, dan melahirkan





PERTEMUAN KE-8
31 Oktober 2012

                Firman Allah SWT, artinya : “maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha barsama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan padamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan kami panggillah dia, “Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. (yaitu), ”kesejahteraan dilimpahkan atas Aibrahim”. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba kami yang beriman.” (QS. As-Saffat: 102-111)
                ayat diatas menerangkan tentang membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah SWT dan wajib melaksanakannya. Selain itu, sesudah nyata kesabaran dan ketaatan nabi Ibrahim A.S, maka Allah SWT melarang menyembelih nabi Ismail A.S. Untuk meneruskan berkurban, Allah SWT menggantinya dengan seekor kambing. Dari peristiwa inilah disyari’atkannnya kurban yang dilakukan pada Hari Raya Haji.
                Nabi yang mendapat julukan Ulul Azmi yaitu, Ibrahim A.S, Muhammad SAW, Isa A.S, Musa A.S, dan Nuh A.S.
A. WUDHU
1. Pengertian Wudhu
                Menurut bahasa, wudhu’ adalah keindahan dan kebersihan. Menurut Istilah, wudhu’ adalah peribadatan kepada Allah dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki dengan cara yang tertentu untuk menghilangkan hadats kecil. Rasulullah SAW bersabda,
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّاءَ. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Allah tidak menerima shalat seseorang diantara kamu jika ia berhadats sehingga ia berwudhu”.
2. Syarat-Syarat Wudhu
                Islam, Mumayiz, Tidak berhadas besar, Tidak ada yang menghalangi sampainya air kekulit.
3. Fardhu (Rukun) Wudhu:
                Membasuh muka, Membasuh kedua tangan sampai kedua siku, Mengusap seluruh kepala, Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki, Tertib.
5. Yang Membatalkan Wudhu
                Keluar sesuatu dari dua lubang seperti kencing, buang air besar, dan kentut. Keluarnya air mani, wadi, dan madzi. Tidur lelap. Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan gila.
B. TAYAMUM
1. Pengertian Tayamum
                Tayammum secara bahasa berarti maksud. Tayammum secara istilah adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan debu atau permukaan bumi yang bersih. 
وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاء. (رواه مسلم)
Artinya : “Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk bersuci (tayammum) jika kami tidak menjumpai air”. (HR. Muslim)
2. Syarat Tayamum
                Jika tidak mendapatkan air, padahal sudah mencarinya (optimal) mencarinya. Dilarang menggunakan air karena sakit dan bila dipaksakan akan bertambah parah. Sudah masuk waktu shalat. Dengan tanah suci dan berdebu.
3. Rukun Tayamum
                Niat, Mengusap muka dengan debu tanah, Mengusap kedua tangan sampai dengan siku-siku, tertib.
4. Sunah Tayamum
                Membaca basmallah. Meniup debu yang ada pada kedua telapak tangan agar menipis. Berdo’a setelah tayamum, seperti do’a sesudah wudhu.
5. Yang Membatalkan Tayammum
                Segala yang membatalkan wudhu. Telah ditemukan air. Telah adanya kemampuan menggunakan air,
C. SHALAT
1. Pengertian Shalat
                Shalat menurut Bahasa berarti Do'a, sedangkan menurut istilah Shalat merupakan ibadah kepada Allah, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara.
                Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi’raj, Firman Allah SWT, artinya: Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Q.S AL-Baqarah: 110)
2. Syarat Shalat
                Beragama islam. Baligh dan berakal. Suci seluruh anggota badan, Pakaian dan tempat dari hadas dan najis. Menutup aurat. Masuk waktu shalat. Menghadap kiblat. Mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunah.
3. Sunah dalam Melaksanakan Shalat
a.     Sunah Ab’adh, yaitu Membaca tasyahud awal. Membaca shalawat pada tasyahud awal, Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tsyahud akhir. Membaca qunut pada shalat shubuh, dan shalat witir dalam pertengahan bulan ramadhan, hingga akhir bulan ramadhan.
b.     Sunah Hai’at, yaitu Mengangkat kedua belah tangan ketika takbiratul ikhram, ketika akan rukuk, dan ketika berdiri dari rukuk. Meletakkan telapak tangan yang kanan di atas pergelangan yang kiri ketika bersedekap. Membaca doa iftitah sehabis takbiratul ikhram. Membaca ta’awwudz ketika hendak membaca Al-Fatihah.
4. Rukun Shalat
                Niat, Berdiri tegak bagi yang mampu ketika shalat fardhu, Takbiratul ikhram, Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at, Ruku dengan tu’maninah, I’tidal dengan tu’maninah, Sujud dua kali dengan tu’maninah, Duduk antara dua sujud dengan tu’maninah, Duduk tasyahud akhir dengan tu’maninah, Membaca tasyahud akhir, Membaca shalawat Nabi pada tasyahud akhir, Membaca salam yang pertama, Tertib.
5. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
                Berhadas. Tertawa terbahak-bahak. Terbuka auratnya. Menambah rukuk. Makan dan minum meskipun sedikit. Murtad dan Membelakangi kitab.
6. Sholat Wajib
a.     Shubuh     b. Dzuhur       c. ‘Ashar         d. Magrib        e. Isya
7. Shalat Sunah
                Rawatib, Dhuha, Witir, Tarawih, Hajat, Tahajud, Tahiyatul masjid, dan Istikharah
8. Hikmah Shalat
                Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa, Benteng Kemaksiatan, Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujurdan Shalat juga akan membangun etos kerja.

 
PERTEMUAN KE-9
7 November 2012

                Artinya: “dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadika tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
                Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3)

A. Ujian Tengan Semester



PERTEMUAN KE-10
14 November 2012

A. HAJI
1. Pengertian Haji
                Secara bahasa haji berarti menyegaja, dari segi syar’a haji berarti menghadap Allah untuk mengerjakan seluruh rukun dan persyaratan haji yang telah ditentukan oleh syari’at islam. Allah SWT berfirman, artinya: Allah berfirman:  “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh”. (Q.S Al-Hajj : 27)
2. Syarat Wajib Haji
a. Islam,          b.berakal,       c. Baligh,        d. Merdeka       e. Mampu
3. Rukun Haji
a.     Ihram                    c. Wukuf
b.     Tawaf                   d. Sa’i
4. Tata-tata Cara Pelaksanaan Haji
a.  Ihram dari Miqat,                                h. Tawaf Ifadhah
b.  Mabit (bermalam) di mina.               i. Melempar tiga Jumrah
c.  Wukuf di Arafah,                                j. Nafar awal dan nafar tsani’
d.  Mabit (bermalam) di Muzdalifah    k. Thawaf wada’,
e.  Melontar jumrah aqabah,
f.  Tahallul awal,
g. Hadyu (kurban),


5. Larangan Di Waktu Melaksanakan Haji
                Memakai pakaian yang dijahit dan memakai tutup kepala bagi laki-laki, bagi perempuan menutup muka dan kedua telapak tangan pada saat ihram. Memakai parfum. Mencukur rambut. Memotong kuku. Menikah dan menikahkan. Bersetubuh. Berburu. Menebang pohon.
6. Macam-Macam Haji
a.     Haji Ifrad, yaitu mengerjakan haji terpisah dengan umrah dalam  bulan haji yang   sama. Pertama mengerjakan haji dilanjutkan dengan umrah.
b.     Haji Tamattu', yaitu umrah dikerjakan lebih dulu baru kemudian melakukan haji dalam bulan haji yang sama.
c.     Haji Qiran, yaitu mengerjakan haji dan umrah secara bersamaan.

B. UMRAH
1. Pengertian Umrah
                Umrah artinya berkunjung atau berziarah dengan cara tertentu. Dapat dikerjakan dalam waktu haji maupun di luar musim haji dan umrah dapat dilakukan setiap saat, kecuali di hari raya qurban yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari tasyrik tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah yang hukumnya makruh tahrim (mendekati haram).
2. Rukun Umrah
c.     Ihram                    c. Sa’i                                        e. Tertib
d.     Tawaf                   d. Tahallul(bercukur)

3. Syarat Umrah
                Islam, Sehat jasmani dan untuk wanita harus ada mahramnya, Berakal, Baligh.                   .
4. Syarat wajib Umrah
                Ihram dari tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun. Menjauhkan diri dari segala yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan umrah.     
5. Tata Cara Umrah
                Ihram, sebelum memulai ihram disunnahkan mandi dan membersihkan badannya. Bagi laki-laki disunnahkan memakai wewangian, namun bagi wanita tidak diperbolehkan memakainya. Lalu berniat di dalam hati untuk melaksanakan ibadah umrah. Thawaf, selama thawaf bagi laki-laki diharuskan menyarungkan kain ihram di atas pundak kiri, dan dibawah ketiak kanan. Sa'i, berjalan ke bukit Shafa dan Marwah. Tahallul, mencukur rambut baik mencukur pendek atau gundul







PERTEMUAN KE-11
21 November 2012
A. ZAKAT
1. Pengertian Zakat
                Zakat adalah pembersihan harta yang didasarkan pada keimanan kepada Allah, bahwa dalam setiap harta yang diperoleh terdapat hak fakir miskin dan orang yang meminta-minta. Harta yang telah mencapai nishab wajib dizakati. Allah SWT berfirman, artinya: “ambilah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103)
2. Macam-Macam Zakat
a.     Zakat Fitrah                                                                          
                zakat fitrah adalah zakat yang berupa makanan pokok yang wajib ditunaikan setiap setahun sekali. Besar zakat fitrah adalah 2,5 kg untuk setiap jiwa, baik laki-laki atau perempuan, tua maupun muda.
b.     Zakat Mal                 
                Zakat mal adalah kadar harta tertentu yang dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu. Allah SWT berfirman, Artinya: “sesungguhnya orang-orang beriman mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 277)
3. Harta yang Wajib Dizakati
a.     Zakat Emas dan Perak      d. Zakat Tanaman Dan Buah-Buahan
b.     Zakat Perdagangan            e. Zakat Harta Karun
c.     Zakat Peternakan               f. Barang Tambang
4. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat
a. Fakir,              c. Amil,                     e. Ibnu Sabil,        g. Sabilillah,
b. Miskin,           d. Mu’alaf,              f. Gharim,             h. Ibnu Sabil.
B. PUASA
1. Pengertian Puasa          
                Puasa adalah arti dari kata “shiyam” (bahasa Arab) yang menurut bahasa Indonesia menahan diri. Menurut syara’, puasa ialah menahan diri dari makan minum, jimak (hubungan intim suami istri) yang dituntut oleh syara’, dimulai terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat mengharap pahala dari Allah.
                Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 183-185 sebagai berikut: Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa) maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasamu itu lebih baik bagimu  jika kamu mengetahui. Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara kamu ada dibulan itu maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa) maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. “ (Q.S. al-Baqarah:183-185)
2. Rukun dan Syarat Puasa
a.     Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, dimulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari,
b.     Niat
3. Orang yang Diperbolehkan Berbuka Puasa
a.     Orang yang sedang hamil,   d. Orang-orang yang bepergian jauh,
b.     Orang yang sudah sangat tua,    e. Para buruh kasar,
c.     Orang-orang yang sakit,
4. Yang Membatalkan Puasa
a.     Makan dan Minum sengaja          d. Keluar darah
b.     Muntah dengan sengaja                 e. Keluar mani dengan sengaja
c.     Melakukan hubungan suami istri               f. Gila



PERTEMUAN KE-12
28 November 2012
A. MUAMALAH
1. Pengertian Muamalah
                Secara bahasa adalah masdar yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal. Fiqh muamalah memiliki dua macam pengertian yaitu fiqh muamalah dalam arti luas dan fiqh muamalah dalam arti sempit.
                Fiqh muamalah dalam arti sempit yaitu: "muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik" (Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar barang atu sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih Muamalah). Ruang lingkup yang dibahas dalam fiqh muamalah ini meliputi dua hal;
1.   Muamalah adabiyah, yaitu ditinjau dari subjeknya atau   pelakunya. Biasanya yang dibahas mengenai harta dan ijab qobul (Akad), hak dan pembagiannya.
2.   Muamalah madiyah, yaitu ditinjau dari segi objeknya Meliputi:
      a. Kerjasama                                          f. pemindahan utang
      b. gadai                                                    g. upah
      c. jaminan dan tanggungan                h. gugatan
      d.
utang piutang                                     i. sayembara
      e.
Sewa menyewa                                  j. pinjam meminjam